SINARMETRO.COM | Kota Pontianak – Kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang ke-32 di Kota Pontianak yang dimulai pada tanggal 24 November menjadikan ajang silaturahmi kader HMI Se-Indonesia. Pada Kongres HMI yang digelar di kota Pontianak, tentunya banyak sekali harapan dari beberapa peserta kongres yang dihadiri oleh perwakilan cabang mulai dari sabang sampai merauke.
Ketua Bidang Pembinaan Anggota (PA) HMI Cabang Jakarta Selatan, Reva Mahendra mengatakan pihaknya menaruh harap pada Kongres ke-32 di Pontianak berdasarkan gerakan intelektual dalam pengambilan keputusan kongres
“Mengingat kongres ini adalah pengambilan keputusan tertinggi pada organisasi HMI. Maka kami berharap bahwa menjadikan gerakan intelektual sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan hal-hal lain yang menyangkut organisasi” Reva Mahendra (28/11).
Selain itu Cabang Jakarta Selatan juga berharap
kongres menghasilkan
ide dan gagasan yang modern dan berpegang teguh pada nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
” Hal-hal yang mengenai masa depan HMI dan Indonesia, maka diperlukan ide dan gagasan yang modern dengan berpegang teguh pada nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan untuk di aktualisasikan oleh kader HMI mulai dari tingkat Komisariat, Koorkom, Cabang dan tentunya PB HMI” ucap Reva Mahendra.
Kericuhan yang sempat terjadi pasa saat sebelum dan setelah kongres dimulai, perwakilan cabang Jakarta Selatan berpendapat bahwa hal yang paling penting pada kongres ini adalah gagasan dari setiap kader HMI sebagai peserta kongres. dan berharap bahwa di Kongres ini bisa menciptakan dialektika tanpa melahirkan sentimen sehingga menimbulkan kegaduhan.
“ Jangan sampai ada pembatasan-pembatasan didalam arena kongres untuk kader HMI yang diwakili oleh berbagai cabang dan lembaga-lembaga yang ada ditubuh HMI untuk menyuarakan ide dan gagasan pada saat didalam forum. Tentunya dinamika gagasan merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu oleh kami selaku perwakilan HMI Cabang Jakarta Selatan ” pungkas pria yang akrab disapa Reva.
“Kami juga berharap bahwa di Kongres ini menciptakan dialektika tanpa sentimen sehingga melahirkan kegaduhan” Tutupnya.
(Tim Liputan is)